Kamis, 26 April 2012

Analisis Fenomenologis


Analisis fenomenologis atau strata norma adalah analisis yang dicetuskan Roman Inggarden. Dalam analisis fenomenologis karya sastra akan dianalisis berdasarkan norma-normanya. Norma-norma ini menurut Rene Wellek (1968:150-151) dalam Pradopo (2009) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik, etika, ataupun politik. Norma ini harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama merupakan karya sastra murni sebagai keseluruhan.
Analisis strata norma ini merupakan analisis yang mencoba semaksimal mungkin menguak isi dari sebuah puisi. Pada hakikatnya puisi memang tidak terdiri dari satu norma, melainkan beberapa norma yang penganalisisannya tidak bisa disatukan, harus satu persatu-satu, per norma.
Baca Selengkapnya....
Roman ingarden lewat analisis fenomenologisnya menganalisis puisi dalam lima norma (lapis).
1.      Lapis Bunyi
            Lapis ini menganalisis bunyi-bunyi atau fonem-fonem yang ada dalam puisi. Penganalisisannya berkaitan dengan bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu yang mendapat efek puitis atau nilai seni. Maka, penganalisisan dalam norma ini akan berhubungan dengan fenomena-fenomena bunyi seperti kakofoni, efoni, aliterasi, dan asonansi.
1.1               Kakofoni
Bunyi Kakofoni dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana tekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sebagainya. Bunyi-bunyi kakofoni ini adalah bunyi-bunyi tidak bersuara  seperti p, k, t, dan s.
1.2               Efoni
Bunyi Efoni dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam efoni didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vokal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambarkan kesenangan lainnya. Bunyi-bunyi efoni ini pada dasarnya bunyi-bunyi bersuara seperti b, g, dan d.
1.3               Aliterasi
Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi atau pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi.
1.4               Asonansi
Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi.
2.                   Lapis Arti
            Lapis ini menganalisis arti-arti dari kata, frasa, atau kalimat yang ada dalam sebuah puisi. Penganalisisan ini berdasarkan pada kenyataan bahwa penyair terkadang menggunakan bahasa yang berupa kata, frasa, atau kalimat yang tidak umum pada kehidupan sehari-hari sehingga harus ditelaah lebih mendalam lewat penganalisian arti.
3.                   Lapis Dunia Pengarang
 Lapis ini menganalisis kiasan-kiasan atau gambaran-gambaran yang digunakan pengarang untuk lapis implisit (lapis 4). Pengarang terkadang tidak mengungkapkan secara gamblang apa yang ia ingin sampaikan. Pengarang mencoba menggunakan kiasan-kiasan lain yang berpola serupa dengan hal yang ia ingin sampaikan (hal yang implisit).
4.                   Lapis Dunia Implisit
            Lapis dunia implisit adalah lapis yang mengungkapkan apa yang sebenarnya pengarang ingin sampaikan. Lapis ini seperti sudah dikatakan pada bagian dunia pengarang merupakan sebuah pola lain dari dunia pengarang. Lapis ini umumnya tidak diungkapkan secara gamblang, melainkan melalui metafora-metafora atau kiasan-kiasan. Hal tersebut sejalan dengan hakikat puisi yang menggunakan bahasa tidak langsung.
5.                   Lapis Dunia Metafisik
            Lapis dunia metafisik adalah lapis yang mengundang kontemplasi pembaca. Pembaca setelah membaca keseluruhan puisi lalu memahaminya akan mengalami kontemplasi. Kontemplasi dalam lapis ini tentu saja beragam. Bisa ketragisan, kemirisan, keharuan dll.. 
Muhamad Patoni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar