Analisis
fenomenologis atau strata norma adalah analisis yang dicetuskan Roman Inggarden.
Dalam analisis fenomenologis karya sastra akan dianalisis berdasarkan
norma-normanya. Norma-norma ini menurut Rene Wellek (1968:150-151) dalam
Pradopo (2009) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik, etika, ataupun
politik. Norma ini harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik
dari setiap pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama merupakan karya
sastra murni sebagai keseluruhan.
Analisis
strata norma ini merupakan analisis yang mencoba semaksimal mungkin menguak isi
dari sebuah puisi. Pada hakikatnya puisi memang tidak terdiri dari satu norma,
melainkan beberapa norma yang penganalisisannya tidak bisa disatukan, harus
satu persatu-satu, per norma.
Baca Selengkapnya....
Baca Selengkapnya....
Roman
ingarden lewat analisis fenomenologisnya menganalisis puisi dalam lima norma (lapis).
1. Lapis
Bunyi
Lapis ini menganalisis bunyi-bunyi
atau fonem-fonem yang ada dalam puisi. Penganalisisannya berkaitan dengan bunyi
yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu yang mendapat efek puitis atau nilai
seni. Maka, penganalisisan dalam norma ini akan berhubungan dengan
fenomena-fenomena bunyi seperti kakofoni, efoni, aliterasi, dan asonansi.
1.1
Kakofoni
Bunyi
Kakofoni dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana tekanan, keterasingan,
kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sebagainya. Bunyi-bunyi kakofoni ini
adalah bunyi-bunyi tidak bersuara seperti
p, k, t, dan s.
1.2
Efoni
Bunyi
Efoni dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas
hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam efoni
didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vokal. Efoni biasanya untuk
menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambarkan kesenangan lainnya.
Bunyi-bunyi efoni ini pada dasarnya bunyi-bunyi bersuara seperti b, g, dan d.
1.3
Aliterasi
Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang
sama dalam baris-baris puisi atau pada awal kata/perkataan yang berurutan.
Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi.
1.4
Asonansi
Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal yang
sama pada kata/perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan
seperti itu menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan
bunyi.
2.
Lapis Arti
Lapis ini menganalisis arti-arti
dari kata, frasa, atau kalimat yang ada dalam sebuah puisi. Penganalisisan ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa penyair terkadang menggunakan bahasa yang
berupa kata, frasa, atau kalimat yang tidak umum pada kehidupan sehari-hari
sehingga harus ditelaah lebih mendalam lewat penganalisian arti.
3.
Lapis Dunia Pengarang
Lapis ini menganalisis
kiasan-kiasan atau gambaran-gambaran yang digunakan pengarang untuk lapis
implisit (lapis 4). Pengarang terkadang tidak mengungkapkan secara gamblang apa
yang ia ingin sampaikan. Pengarang mencoba menggunakan kiasan-kiasan lain yang
berpola serupa dengan hal yang ia ingin sampaikan (hal yang implisit).
4.
Lapis Dunia Implisit
Lapis dunia
implisit adalah lapis yang mengungkapkan apa yang sebenarnya pengarang ingin
sampaikan. Lapis ini seperti sudah dikatakan pada bagian dunia pengarang
merupakan sebuah pola lain dari dunia pengarang. Lapis ini umumnya tidak
diungkapkan secara gamblang, melainkan melalui metafora-metafora atau
kiasan-kiasan. Hal tersebut sejalan dengan hakikat puisi yang menggunakan
bahasa tidak langsung.
5.
Lapis Dunia Metafisik
Lapis dunia metafisik adalah lapis yang mengundang kontemplasi
pembaca. Pembaca setelah membaca keseluruhan puisi lalu memahaminya akan
mengalami kontemplasi. Kontemplasi dalam lapis ini tentu saja beragam. Bisa
ketragisan, kemirisan, keharuan dll..
Muhamad Patoni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar